Kabar Sungai >> Status Code :

Banjir Lahar Hujan : Bukan Bahaya Sekunder





Krisis Merapi belumlah usai. Ancaman banjir lahar hujan, yang berupa material utama lumpur, pasir, batu dan disertai material tambahan kayu, masih mempunyai potensi membahayakan kehidupan masyarakat yang lereng Merapi. Banyak pendapat yang menyatakan bahwa banjir lahar hujan disebut sebagai bahaya sekunder erupsi Merapi. Hal tersebut benar adanya jika dilihat dari perspektif erupsi Merapi, di mana banjir lahar hujan merupakan dampak lanjutan dari luncuran lahar dan awan panas. Seperti yang diberitakan di Harian Jogja tanggal 24 Desember 2010, bahwa ratusan warga di Dusun Guling, Dusun Gadingan dan Dusun Banaran diungsikan akibat banjir lahar “dingin”  di aliran Kali Gendol yang meluap hingga pemukiman warga pada hari Kamis tanggal 23 Desember 2010. Tim Pemantau Sungai – SEKBER PPA DIY kemudian melalukan survey lapangan pada tanggal 24 Desember 2010 dan 29 Desember 2010 dari Dusun Besalen hingga Dusun Banaran, dengan menghasilkan informasi sebagai berikut:
1.   Lokasi Sabo-Dam Bronggang (Foto 7) dan sepanjang kerukan material (Foto 1) menjadi obyek wisata, yang cenderung berbahaya bagi keselamatan wisatawan.
2.   Material hasil erupsi yang berada di kawasan pemukiman di Dusun Besalen ke bawah merupakan bidang luncur bagi material Kali Gendol yang ditumpuk oleh back hoe.
3.   Merunut informasi dari masyarakat Kampung Banaranpecel,  material sampai di dusun mereka (Foto 6) pada hari Kamis tanggal 23 Desember 2010 setelah terjadi hujan selama 2,5 jam (volume hujan tidak diketahui).
4.   Material tersebut meluncur turun secara bertahap, yang didahului oleh lumpur dan peningkatan volume air run-off pada hari sebelumnya. Hal ini diketahui karena parit yang berada di pemukiman tidak mampu menampung air seperti sebelumnya.
5.   Berdasar plotting peta, material mampu menempuh jarak sekitar 415,7 meter (jarak datar & lurus), dengan beda ketinggian sekitar 54 meter, sehingga didapatkan jarak dari titik Awal (Foto 1) hingga titik Akhir tanggal 29 Desember 2010 (Foto 6): sekitar 419,2 meter (jarak tersebut mengesampingkan pola aliran material yang berkelok)
6.   Material tersebut membuat jalur baru dengan mengikuti jalan desa (Foto 2), melintasi jalan desa yang berpotongan dengan jalur baru tersebut (Foto 5-kanan), menggenangi persawahan (Foto 5-kiri) dan berhenti di areal persawahan Dusun Banaranpecel (Foto 6).

Berdasar hasil survey tersebut, Tim Pemantau Sungai – SEKBER PPA DIY memperkirakan hal-hal sebagai berikut :
1.   Dikhawatirkan jatuhnya korban dari wisatawan selama belum adanya pengaturan keamanan (batas wilayah yang layak dan aman untuk dikunjungi), baik yang disebabkan terperosok ke dalam material maupun terjangan banjir lahar ketika terjadi hujan di kawasan puncak Merapi atau hulu Kali Gendol.
2.   Selama kegiatan normalisasi material dengan back hoe masih berlangsung dan ditunjang dengan aktivitas hujan harian seperti sebelumnya, maka kemungkinan besar material akan mampu menempuh jarak yang lebih jauh dan menggenangi pemukiman di Dusun Banaran bagian selatan, Dusun Cawisan dan Dusun Wonokerso.
3.   Material di Kali Gendol yang tidak dikeruk oleh back hoe tetap meluncur turun dengan mengikuti badan sungai.

Memperhatikan hasil dan perkiraan yang akan terjadi ke depan, maka diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:
1.   Penataan ulang pengelolaan wisata yang berada di seluruh kawasan Kali Gendol dengan memberi batasan wilayah yang layak dan aman untuk dikunjungi oleh wisatawan. Peranan pemerintah daerah akan lebih efektif untuk melakukan penataan ulang tersebut.
2.   Penilaian ulang terhadap kegiatan normalisasi Kali Gendol, dengan memperhatikan dan memperhitungkan dampak yang merugikan bagi masyarakat. Meskipun kegiatan normalisasi sungai memang layak dilakukan dan sesuai dengan wewenang Badan Pengelola DAS dan Sabo, namun pengelolaan sungai sebagai sebuah ekosistem tidak bisa dilepaskan dari lingkungan sekitarnya – termasuk masyarakat. Tentunya jauh lebih baik,  jika penilaian ulang kegiatan normalisasi Kali gendol, pemerintah – baik pusat dan daerah untuk melibatkan peran masyarakat dan lembaga non-pemerintah.
3.   Fasilitasi kegiatan swadaya masyarakat yang berada di sepanjang bantaran Kali Gendol untuk menyusun Sistem Evakuasi Mandiri, yang meliputi
a.   Pembuatan jalur evakuasi bersama
b.   Penyusunan Panitia Mandiri
c.   Sosialisasi tentang potensi bahaya banjir lahar hujan – baik dalam bentuk sosialisasi maupun informasi tertulis (poster, leaflet, dan sebagainya)
d.   Melengkapi peralatan standar untuk pemantauan yang dilakukan oleh masyarakat (sepatu boot, jas hujan, senter, sekop).

Dengan demikian, setidaknya  menurut kami, banjir lahar hujan bukan lagi bahaya sekunder, namun merupakan bencana primer. Memperhatikan kejadian di bantaran sisi timur Kali Gendol dan perkembangan penanganan material erupsi Merapi, terdapat beberapa alasan untuk menyatakan banjir lahar hujan sebagai bencana primer. Pertama, material banjir lahar hujan sebagai penyebab utama kerugian bagi pemilik areal pemukiman dan persawahan (Foto 2, 3, 6, 9), mengganggu proses rehabilitasi masyarakat lereng Merapi karena akses jalan terganggu (Foto 4, 8, 10), dan sekaligus merupakan ancaman bagi kawasan dan penduduk yang rawan terjangan banjir lahar hujan (Foto 5). Kedua, material lahar yang menggenangi areal pemukiman dan persawahan bukan merupakan luapan material yang berada di Kali Gendol yang terkena hujan secara alami, namun material hasil normalisasi yang ditumpuk ole back hoe (Foto 1) dan terkena hujan.

Yogyakarta, 31 Desember 2010

Tim Pemantau Sungai
SEKBER PPA DIY















2 komentar:

  1. manstab :)
    menyukai ini..

    BalasHapus
  2. Mas mungkin bsa dibuatkan sebuah artikel mengenai definisi lahar hujan, bagaiman terjadinya dan apa yg sbaiknya kta lakukan.

    BalasHapus